Loading...
Sang proklamator Soekarno pernah berujar: Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Ya, dalam sejarah pembebasan Irian Barat, banyak pejuang yang ikut berperan dan mengorbankan nyawanya.
Sebagian besar, para pejuang itu, nama-namanya tercatat sebagai pahlawan.
Namun, ada juga nama yang terlewatkan. Salah satunya Ayub Kafiar. Veteran pejuang kelahiran Ambai 3 April 1923, yang sudah ikut berjuang sejak tahun 1947 ini tak masuk dalam deretan nama pahlawan pejuang pembebasan Irian Barat. Padahal, ia mengaku ikut berperan penting dalam perjuangan itu.
Kisahnya pun berlangsung memilukan. Kurang lebih 20 tahun, ia tinggal di sebuah rumah yang boleh dibilang jauh dari kata layak. Rumah yang beralamat di Jalan Danau Ayamaru, Rufei Pantai, Distrik Sorong Barat ini sangat memprihatinkan. Terlebih untuk seorang pejuang yang berjasa bagi bangsa dan Negara.
Kendati ada program bedah rumah, tapi rumahnya pun luput dari daftar rumah yang direnovasi. Namun di rumah inilah dia tetap bersyukur dan bangga melihat Papua Barat menjadi bagian dari NKRI.
Bangunan sangat memprihatinkan itu terlihat mulai dari luar. Kondisi di dalamnya juga sungguh menyentuh hati. Tak terawat dan sangat menyentuh iba. Ia tak mendapat perhatian dari pemerintah.
Usianya sudah sangat renta, pendengaranya pun sudah sangat berkurang. Untuk memudahkan berbincang, harus sedikit mengeraskan suara.
Raut wajahnya sudah keriput, jalan sudah tergopoh-gopoh dan pendengaran tak lagi baik. Namun, soal ingatan akan perjuangan pembebasan Irian Barat, memorinya masih sangat baik.
Sambil bercerita kepada wartawan Radar Sorong (Jawa Pos Group) dia menunjukkan fotonya bersama Soekarno. Dalam setiap kalimat yang dia lontarkan terpancar rasa bangga menjadi bagian dari perjuangan pembebasan Irian Barat. Di dalam hatinya memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
Saat itu, Ayub bicara, tentang Provinsi Irian Jaya merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terletak di bagian Timur wilayah Indonesia.
Pada tanggal 19 November 1969 melalui Resolusi PBB No. 2504, Papua secara resmi menjadi bagian dari NKRI.
“Pemerintah janji mau perbaiki rumah saya. Padahal kandang ayam lebih baik dari rumah saya. Saya dilupakan pemerintah, saya sudah bantu Papua,” kata pejuang yang sudah 80 tahunan ini dengan seragamnya bertopi merah dan selembar foto saat ia bersama Presiden Alh.Ir.Soekarno sembari menebarkan senyuman khasnya
Dijelaskan, ketika Irian Barat masih dikuasai oleh Belanda, masyarakat bersatu padu untuk merebut kembali tanah Papua dari tangan penjajah, dimana para tokoh telah berjuang membebaskan pulau paling timur ini bersatu dengan Republik Indonesia.
Menurutnya, putra daerah yang turut berjuang merebut kembali Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi Bangsa Indonesia telah mendapat gelar dari pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional. Namun sayang, nasib Ayub tidak seberuntung mereka yang ada di buku sejarah.
Ayub pun mengaku dirinya pernah menjadi ajudan pengawal Soekarno saat berjuang untuk Papua pada perundingan pembebasan Irian Barat. “Saya berjuang buat Indonesia, berjuang untuk Papua,”tegasnya.
“Kita bangga punya pejuang seperti beliau. Bantuan ini diberikan dalam rangka perayaan Natal Wartawan Sorong Raya,”kata Panitia Natal Wartawan Sorong Raya, Olha Irianti Mulalinda.